Kamis, 31 Maret 2011

Buat seorang Mario Patrick...


Sosok Dalam Bayangan
By : Ganta Vaksie

Sahabat, terimakasih atas atensi kamu sudah ikut bergabung di acaraku ini,  dari  jam sembilan tadi hingga tengah malam ini….,
Anyway, saat ini Mario harus segera undur diri, pastinya ada sebuah lagu terakhir yang akan aku putarkan untuk menemani  tidur kamu malam ini…, Sampai jumpa lagi besok,
and have a nice dream…Bub’bye…

Langsung kumatikan radioku begitu acara yang Mario bawakan ini selesai. Aku kembali merebahkan diri di atas tempat tidur dan berusaha untuk segera memejamkan mata. Malam kian hening. Dari ketinggian lantai 9 apartemenku ini, masih aku lihat melalui jendela kamarku yang aku buka lebar-lebar gordyn serta fitrace penutupnya. Langit sedikit gelap nyaris  tidak tampak gemintang juga cahaya sang bulan. Mataku sulit sekali untuk aku pejamkan, aku masih saja kefikiran atas apa yang terjadi denganku. Hampir tiga bulan ini, aku boleh dibilang keranjingan dengan acara yang Mario bawakan barusan. Sebenarnya bukan acaranya yang membuatku keranjingan, akan tetapi suara serta sosok sang penyiarnya ini yang membuatku kian hari kian uring-uringan. Aku hafal betul kapan dan jam berapa saja jadwal Mario siaran. Kapan dan dimanapun aku akan berusaha sebisa mungkin untuk selalu menyimaknya saat dia tengah mengudara. Bisa di kantor, di perjalanan, di rumah, atau dimanapun sebisa mungkin, meski harus mendengarkan melalui Ipod ataupun ponsel aku tidak pernah melewatkannya. Tentunya aku juga selalu berpartisipasi dengan mengirimkan beberapa SMS, tidak hanya untuk sekedar nimbrung atau hanya request lagu saja, terkadang topik-topik yang dibawakannya ini memang sangat  menarik untuk dibahas dengan mengundang para pendengar setianya dengan berkirim SMS.
            Yang lebih gila lagi, sudah beberapa minggu ini aku melakukan pengintaian terhadap seseorang yang aku yakin dia adalah sosok Mario sang penyiar idolaku akhir-akhir ini. Mengapa sebegitu yakinnya jika sosok itu adalah Mario, dia adalah seorang laki-laki muda mungkin berumur sekitar 28 atau 30 tahunan gitu. Lumayan tampan, dengan hidung bangirnya, berkulit putih dengan bibir merahnya. Tingginya mungkin sekitar 175 sentimeteran, karena hanya sedikit berbeda saja tingginya denganku. Aku tahu itu ketika secara kebetulan aku berada dalam satu lift dengannya. Biasanya aku sering melihat dia ketika kami sama-sama di gym atau saat berpapasan di pintu lift karena dia memang tinggal di apartemen yang sama denganku. Hanya saja aku tidak tahu persis dia menghuni di unit yang mana. Ingin rasanya aku dapat memberanikan diri untuk mengawali menyapanya. Sepertinya aku selalu saja mengurungkan diri ketika hendak memulainya, aku selalu saja tidak kuasa saat beradu pandang dengannya. Mata indahnya begitu tajam saat mata kami saling beradu secara tidak sengaja. Mata itu yang selalu membuatku ciut dan bertekuk lutut dihadapannya. Sikapnya yang cuek bahkan terkesan masa bodoh ini yang semakin membuatku selalu penasaran untuk mengenalnya lebih jauh. Sepertinya dia adalah pribadi yang menyenangkan, aku dapat melihat itu saat dia secara tidak sengaja bertemu dengan orang-orang yang dikenalnya. Mungkin aku saja yang terlalu parno membayangkan dirinya, aku selalu berkecamuk dengan opini-opini tentangnya seperti yang selama ini aku khayalkan.
            Pagi ini menjelang berangkat ke kantor, aku menyempatkan diri untuk menguntitnya dari kejauhan. Aku tidak tahu persis apakah dia menyadarinya jika selama ini aku terus saja menguntitnya. Aku yakin dia tidak akan pernah tahu mengenai hal ini, dan jangan sampai dia tahu pastinya. Apa jadinya jika dia tahu jika aku ini adalah penggemar rahasianya yang selalu menguntitnya kemanapun dia pergi pada setiap kesempatan yang aku miliki. Aku semakin asyik dengan kegiatan baru ini, lumayan sport jantung juga sebenarnya, akan tetapi semakin berat tantangannya akan semakin asyik aku jalani. Aku perhatikan sejak tadi, dia sama sekali tidak pernah menoleh sedikitpun kearah belakang, dengan santainya dia berjalan sambil menunduk dengan kepala tertutupi oleh bagian penutup kepala pada cardigan yang dikenakannnya.  Derap langkahnya sangat teratur menapaki jalanan yang menuju koridor gedung tempat dia bekerja atau berkegiatan lainnya yang tidak aku ketahui secara pasti.  Sementara kantorku terletak di gedung yang berada disebelahnya yang hanya dibatasi lorong-lorong yang menghubungkan antara beberapa gedung  perkantoran dengan gedung hunian apartement tempat aku tinggal sekarang ini. Aku masih saja terus mengintainya dari kejauhan, meskipun saat ini aku tengah menerima panggilan telpon dari kerabatku, aku masih dapat dengan leluasa mengikuti langkahnya dari tempat aku berdiri ini. Bahkan aku juga dapat melihatnya dengan jelas, jika dia tengah memesan kopi sambil membolak-balikkan harian pagi yang baru saja dia ambil di tempat yang disediakan kedai kopi asal Amerika ini. Entah asalnya dari mana, tiba-tiba ada seseorang yang menabrakku yang membuatku sedikit tersungkur ke pinggiran tembok. Tidak hanya rasa kaget yang luar biasa yang aku rasakan, namun sikuku juga terasa nyeri terkena benturan di tembok. Begitu aku menyadari ternyata aku berdiri persis di depan pintu keluar masuk petugas kebersihan gedung, Huhhh…kok bisa aku sesial ini sih, fikirku.

“Ukhhhh…ehmmmm, maaf…maaf…!, saya benar-benar mohon maaf, tidak sengaja sudah menabrak anda” petugas kebersihan ini begitu ketakutannya melihatku meringis menahan sakit di siku. Dengan menempelkan kedua telapak tangannya di dada dan sedikit membungkukkan badan, dia berulang kali memohon maaf terhadapku.

“It’s OK Pak…!, saya tidak apa-apa kok, justru saya yang minta maaf karena sudah menghalangi jalan yang akan Bapak lewati” Aku berusaha menenangkannya, dengan menyodorkan tanganku untuk berjabatan tangan dengannya.

“Terima kasih, sekali lagi saya mohon maaf..!” Kami berdua saling berjabatan tangan, sepertinya Bapak ini masih saja terus merasa bersalah dengan ulahnya tadi.

“Baik Pak, saya permisi ya...!” kataku, sambil berlalu dari hadapannya.

            Hilang sudah target intaianku gara-gara peristiwa tadi, karena aku lihat dia sudah tidak berada di kedai kopi itu lagi, aku fikir tadinya dia akan lama berada di kedai itu, namun ternyata dia hanya take a way saja kopi yang dipesannya tadi. Mungkin saja dia akan meminumnya disaat dia melakukan aktivitasnya nanti. Karena targetku sudah menghilang dari pandangan, tidak ada jalan lain, selain meneruskan langkahku menuju kantor tempat aku bekerja. Sepertinya langkahku kali ini tidaklah seseru tadi, yang ada di kepalaku saat ini hanyalah setumpuk pekerjaan yang sudah menungguku di meja kerja, dimana hampir seluruhnya sudah dikejar deadline.
            Menjelang jam makan siang sebagian pekerjaanku ini sudah aku rampungkan, hanya tinggal aku koreksi sebentar sebelum akhirnya aku serahkan ke divisi lain untuk di proses lebih lanjut. Perutku sebenarnya tidaklah begitu lapar, karena tadi pagi aku sudah mengganjalnya dengan sepiring nasi goreng buatanku sendiri, bahkan sisanya masih aku simpan di dalam lunch box yang ada didalam tas kerjaku, hanya untuk berjaga-jaga saja jika aku malas untuk makan diluar ataupun jika tidak sempat karena kesibukanku. Hanya tinggal sedikit pekerjaan yang semula menumpuk tadi, lebih baik aku kebut saja supaya aku bisa lebih santai saat menjelang pulang kantor nanti. Untuk mengusir kejenuhanku sambil menyelesaikan sisa pekerjaanku ini, seperti biasanya aku menghibur diri dengan memutar chanel radio yang biasa sang pangeran impian itu siaran. Lumayan terhibur juga saat  aku kembali mendengar suara seksinya mengudara melalui acara musik pengantar makan siang. Aku dapat membayangkan gerak bibirnya saat dia berbicara, wajahnya yang kelimis dengan sisa-sisa kerokan yang sedikit membiru pada bagian jambang, kumis, dan juga jenggotnya. Akh...pangeran impianku, kau sudah membuatku dimabuk kepayang seperti ini....

Sahabat, lagu berikut yang akan saya putarkan, saya kirimkan khusus buat seseorang yang setiap saat selalu menemani saya berangkat ke studio, ke gym atau tempatku beraktivitas lainnya...
Thanks atas segala atensi kamu…
 Oh ya, gimana sikunya sudah tidak sakit lagi kan…?,
Kasih kabar ya…!, saya tunggu lho SMS nya ..!
Anyway, untuk yang lainnya, masih saya tunggu juga SMS nya..!
Jangan lupa formatnya..! JE-KA-TE untuk Jakarta BE-DE-GE untuk Bandung spasi nama, spasi umur spasi request lagunya apa, atau apa pun cerita kamu seputar makan siangnya kali ini…
Mario disini masih akan terus nemenin kamu hingga jam empat sore nanti…..
Dan buat kamu si penguntit, have a nice lunch…!

            Dughhhh….jantungku seakan berhenti berdetak mendengarnya. Benarkah dia tahu jika selama ini aku menguntitnya ?. Kalaupun dia mengetahuinya, mengapa dia diam saja tidak menegurku sejak awal, atau mungkin dia baru saja menyadarinya jika aku tengah menguntitnya. Wajahku terasa panas sekali, aku benar-benar malu dengan ulah gilaku ini karena sosok yang selama ini aku kuntit terus adalah benar-benar seorang Mario. Jelas sudah sekarang, jika aku telah menaruh hati kepadanya. Terus apa yang harus aku lakukan selanjutnya..? Apakah aku akan terus-terusan untuk menguntitnya seperti kemarin-kemarin ini. Aku rasa, tidaklah mungkin untuk aku teruskan. Gila aja kali, jika aku tetap nekat melakukan itu lagi, bagaimana mungkin aku berani melakukannya lagi  karena dia sudah mengetahuinya. Lebih baik mulai saat ini aku hentikkan pengintaianku terhadapnya, aku yakin ini adalah jalan terbaik untuk menghentikkan kegilaanku ini. Kalaupun pada akhirnya aku harus dipertemukan dengannya atau bahkan dapat mengenalnya lebih jauh, pastilah akan ada kesempatan itu yang tidak pernah aku duga-duga sebelumnya, semoga saja.
            Sorenya sepulang kantor, sengaja aku tidak langsung pulang ke apartemenku. Aku sempatkan untuk  mampir di swalayan yang terletak di basement gedung perkantoran tempatku bekerja. Ada beberapa barang dan keperluan dapur yang harus aku beli sekalian hitung-hitung melepaskan penat yang ada setelah seharian bekerja. Tidak begitu banyak orang-orang yang berbelanja sesore ini, kebanyakan yang berbelanja adalah orang-orang sepertiku yang hanya memiliki waktu setelah jam pulang kantor. Aku terus berjalan santai sambil mendorong trolly mengitari lorong-lorong tempat menaruh barang-barang yang ditata berdasarkan jenisnya. Banyak juga barang belanjaanku kali ini, karena memang persediaannya sudah hampir menipis, mulai dari detergent, shampoo, pasta gigi dan juga perlengkapan dapur lainnya. Seperti biasanya jika sedang berbelanja aku suka asyik sendiri memilah-milah barang yang hendak aku beli, tanpa memeprdulikan keadaan di sekelilingku. Rupanya sudah sejak tadi, ada sepasang mata selalu memperhatikan gerak-gerik aku selama berbelanja disini, namun sayangnya aku tidak menyadari itu, kalau saja dia tidak menegurku terlebih dahulu yang membuatku sekaget ini, bukan hanya karena dengan tiba-tiba dia sudah ada dihadapanku, akan tetapi orang ini, sosok orang yang selalu aku kuntiti selama ini karena rasa kagumku terhadapnya.

“Hi, Untit….!” Sapanya dengan ramah, akan tetapi sudah membuat mataku terbelalak dan hampir mencelat dari kelopaknya.

“Upssssssssss……!!!” aku tidak mampu berkata apa-apa lagi, selain buru-buru menutup mulutku yang tetap menganga saat melihatnya sudah berdiri dihadapanku.

“Kenapa…? Kaget ya…?” dia senyum-senyum sendiri melihat tingkahku karena rasa kagetku ini.

“Ehmmmmmmmmmm, kamu….?” Aku bingung harus berkata apa, dan hanya bisa berdiri mematung dihadapannya.

“Iya ini aku, Mario…!” dia mengulurkan tangannya untuk mengajakku bersalaman.

“Kok kamu tahu aku di sini...? karena kebetulan atau....?” aku tidak meneruskan kata-kataku, karena aku takut salah menebak.

“Menguntit, maksud kamu ?,” dia meneruskan kata-kata yang aku maksudkan tadi, aku tidak menjawabnya hanya membuang muka ke arah lain, aku tidak sanggup untuk beradu pandang dengannya.

“Jangan khawatir, ini hanya kebetulan saja kok…!” mata elangnya bergerak-gerak indah menatapku dengan tajam, aku semakin tidak berkutik saja dibuatnya.

Anyway, boleh aku temani belanjanya…?” belum juga aku menolak maupun mengiyakan, dia sudah mendorong trolly belanjaanku.

“Thanks..!” suaraku sedikit pelan nyaris tidak terdengar, sambil terus menjejeri langkahnya  kembali menyusuri koridor yang menuju tempat sayuran, buah-buahan  dan juga aneka ikan serta daging.

“Mana belanjaan kamu…?” akhirnya aku memberanikan diri untuk memulai pembicaraan.

“Aku enggak belanja kok…!” jawabnya enteng.

“Trus… ?” aku sedikit bingung dengan jawabanya.

“Eit…jangan parno dulu ya…!, aku datang kesini  hanya untuk makan kok” dia berusaha menjelaskan, meskipun tetap saja aku masih merasa heran saja.

“Makan kok di sini...?” tanyaku semakin heran dibuatnya

“Salah ya...?, disni kan ada tempat makannya juga Tit...!” tetep saja dia memanggilku dengan sebutan Untit meskipun aku sudah memberitahukan namaku.

“Iya sih, biasanya tempat makan di sini, hanya untuk orang yang kelaperan di saat dia sedang berbelanja disini, mana ada orang yang dengan sengaja datang ke sini hanya untuk makan, aneh aja...!” kulihat dia hanya terbahak saja mendengar ucapanku ini.

“Aneh ya...? mungkin tidak hanya aku saja kali Tit, yang sengaja datang kesini hanya untuk makan doang, kamu saja yang enggak tahu. Coba deh, besok-besok kamu untitin ya...! jangan cuman menguntit aku doang ..!” dia semakin terpingkal.

“Kamu tuh ya…!, kesannya aku ini memang spesialis penguntit deh…!” aku mendelik kearahnya, bukan karena kesal akan tetapi gemas dengan ulahnya ini.

“Tapi bener kan…?, lha wong belakangan ini kamu untitin aku terus kan…?” tuduhnya, sambil menghentikkan laju trolly barang belanjaanku.

“Jangan ge-er kamu..!, Memangnya kamu tahu dari mana…?” jujur saja mukaku sedikit memanas karena malu,  mungkin jika dia memperhatikannya akan jelas terlihat.

“Ya tahulah, memangnya kamu ini detektif..?, dengan cara yang profesional dalam melakukan pengintaian tehadap targetnya, sementara kamu…?” dia semakin terbahak di hadapanku.

“Kenapa memangnya denganku…?” aku sedikit mengernyitkan keningku sambil menunggu jawabannya.

“Grasa-grusu tau…!, kamu ingat kan kejadian tadi pagi..?, itu salah satu kejadian, yang meyakinkanku jika selama ini kamu terus buntutin aku” dia kembali mendorong trollynya, aku hanya mengikuti saja disampingnya.

“Gitu ya…?” jawabku, garing juga sih sebenarnya.

“Kalau boleh aku tahu, kenapa sih kamu melakukan ini…?” Dia kembali menghentikan langkahnya dan menatapku dengan tajam, aku semakin gelagapan dibuatnya.

“Ehmmmmmm, aku juga sebenarnya enggak tahu….” Aku sedikit bingung bagaimana harus menjawabnya.

“Kok bisa sih….?, kamu melakukan sesuatu yang kamu sendiri enggak tahu kenapa, Hi Utit…come on, tell me what’s matter with you…?”dia menarik lenganku sepertinya dia sangat penasaran sekali dengan jawabanku.

“Mario, aku kan udah bilang, aku bener-bener enggak tahu, mungkin hanya iseng saja kali” jawabku sekenanya.

“What….? Hanya iseng, kamu bilang…?” dia semakin gusar saja dengan sikapku ini.

“Persisnya memang aku enggak tahu Mario, awalnya aku hanya penasaran saja kok. Tapi sudahlah,  enggak worthy kali..!” aku segera berlalu meninggalkannya.

“Utit…! Tunggu sebentar…! Dia berlari mengejarku sambil mendorong trolly belanjaanku.

“Apalagi sih Mario…?” aku mengehentikan langkahku, hanya untuk sekedar menunggunya .

“Aku hanya ingin memastikan saja, kamu naksir aku kan…?” tanyanya begitu pede sekali.

“Jangan ge-er ya…!” aku hanya bisa mencibir dengan ulahnya ini dan kembali berlalu meninggalkannya, diapun buru-buru mngejarku sambil terus mendorong trolly belanjaanku.

“Utit…! Coba gimana aku enggak yakin, jika kamu juga kan yang  sering kirim SMS setiap aku siaran..? bahkan bingkisan-bingkisan itu juga dari kamu kan…?” dia meneyerangku dengan segudang pertanyaan, yang aku sendiri juga bingung untuk menjawabnya.

“Denger ya Mario…! Jangan pernah paksa aku untuk mengakui semua itu, sekarang lebih baik tinggalkan aku, kita tidak pernah ada urusan…!” aku buru-buru merebut trolly belanjaanku dan segera berlalu dari hadapannya.

“Hi… take it easy…!, kamu tidak perlu marah gitu kali…!” dia berusaha mengejarku dan menghentikkan langkahku.

“Oke, terus mau kamu apa..?” aku setengah berteriak dan sedikit ngos-ngosan.

“Utit, please dengerin aku dulu..!, aku enggak marah jika selama ini kamu kuntit terus. Justru malah sebaliknya, aku suka dengan petualangan ini. Tadinya aku tidak akan buka jika aku tahu kalau belakangan ini kamu kuntit aku terus. Hanya saja aku tidak kuasa untuk menahnnya berlama-lama lagi. Karena sejujurnya aku juga sering perhatikan kamu, sehingga aku tahu jika kamu menguntit aku. Utit..., asal kamu tahu, sebenarnya aku memang suka sama kamu..!” dia mengenggam tanganku tanpa memperdulikan orang-orang disekeliling yang tengah asyik berbelanja. Aku hanya bingung saja, aku musti bagaimana. Apakah aku harus merasa senang dengan pernyataan Mario ini, atau entahlah.

“Utit, kamu tidak perlu menjawabnya sekarang..!, aku akan menunggunya hingga kamu siap dengan semua ini” Dia kembali berjalan bersisian bersamaku ikut mendorong trolly disebelahku menuju beberapa anjungan tempat aneka makanan dan juga jajanan di jajakan di sini.   

“Maafin aku Mario, atas semua kejadian ini...!, sebenarnya aku hanya mengagumi sosok kamu melalui suara kamu saat kamu sedang siaran. Sejak saat itu, aku selalu terobsesi untuk tahu dan memimpikan sosok nyata kamu” akhirnya keluar juga kata-kata ini dari mulutku, padahal sebelumnya aku akan merasa malu jika Mario tahu yang sebenarnya.

“Utit...tidak ada yang harus aku maafkan kok...justru kejadian ini, semakin membuka peluangku untuk mengenalmu lebih jauh, bila aku harus dengan diam-diam memperhatikan kamu karena kita tinggal dan berkantor di gedung yang sama pula” kami berdua sudah duduk di salah satu warung anjungan yang menjual aneka makanan berkuah.

“Terimakasih Mario...!” kupandangi wajah tampannya yang selama ini hanya ada dalam bayanganku saja.

“Sama-sama Utit....!, hari ini aku seneng banget, akhirnya semua mimpi-mimpi ini menjadi kenyataan” mata tajamnya semakin membuatku salah tingkah.  

            Kami berdua sama-sama larut dalam khayalan masing-masing, semua mimpi-mimpi indah ini akhirnya menjadi sebuah kenyataan, kenyataan yang indah. Mungkin saja hari-hari selanjutnya akan aku hadapi selalu dengan senyuman penuh warna-warna indah bersamanya. Seorang Mario, laki-laki tegap, tampan dan bersuara indah yang selalu membuatku merinding ketika membisikkan kata-kata cinta di telingaku. Selamat tinggal kesendirian yang hening, selamat tinggal mimpi-mimpi yang menghanyutkanku. Kini dia nyata, telah aku temukan sosok dalam bayangan yang selama ini mengisi malam-malamku dikala aku sendiri, atau ketika aku melamunkannya di setiap kesempatan yang aku miliki. Karena kini ada sosok nyata Mario, tidak hanya sebuah sosok dalam bayangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar